Jumat, 18 September 2015

Bukan Sekedar Pancasila, Bahkan Kacamata pun Berlabel “Indonesia”


Pendidikan dinilai paling efektif untuk memupuk rasa nasionalisme, terutama bagi para generasi muda. Secara strukturalis, sistem pendidikan di Indonesia diatur dan dikendalikan secara terpusat oleh Pemerintah. Dalam hal praktis pun beragam aturan dan undang-undang diterbitkan untuk mengatur pelaksanaan dan mengawasi berbagai kegiatan pendidikan sehingga dapat dipandang bahwa sistem pendidikan ini akan mampu mencetak generasi muda berjiwa nasionalis sesuai dengan perencanaan yang tertera dalam kurikulum. Namun, tak semudah itu sistem pendidikan berjalan dan terlaksana, karena pendidikan tidak berlaku komprehensif dalam berbagai aspek kehidupan para generasi muda. Dalam sistem pendidikan di Indonesia, belajar di sekolah tidak menyita lebih dari 30% waktu dari para siswanya, selain itu pendidikan hanya berorientasi akademik yang mengukur siswanya hanya sebatas “knowing”  dan “understanding”  bukan pada orientasi “doing” dan “habituating”.
Munculnya “ pendidikan karakter” cukup memberikan angin segar bagi dunia pendidikan di Indonesia yang selama ini mengalami kekeringan akan arti pendidikan barmakna yang sebenarnya.  Pendidikan bermakna bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan menumbuhkan rasa bertanggung jawab terhadap kemajuan bangsa. Namun, faktanya  pendidikan tinggi saja ternyata tidak cukup untuk menciptakan generasi yang bertanggungjawab dan memiliki rasa nasionalis yang tinggi sehingga mau berjuang demi kemajuan nusa dan bangsa, bukan hanya memperjuangkan materi belaka. Oleh karenanya, pendidikan nasionalisme sangat dibutuhkan untuk mempersiapkan generasi muda yang memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, berbudi luhur serta memiliki rasa cinta terhadap nusa dan bangsanya.
Dalam makna secara sempit, pendidikan nasionalisme hanya terbatas pada pendidikan yang memuat materi ke-Pancasila-an dan kewarganegaraan. Materi –materi yang tercakup dalam pendidikan nasionalisme ini dipandang hanya sebagai hiasan semata yang mencerminkan bahwa para generasi muda adalah generasi yang cinta Indonesia. Namun, sejatinya lebih jauh dari itu para generasi muda kita harus dididik untuk ikut memikirkan negara sejak dini. Hal ini mungkin dianggap terlalu dini untuk menyertakan generasi muda kita untuk turut serta memikirkan negara, bukan hanya belajar secara teoritis untuk mengetahui tentang masalah nasionalisme seperti masalah kewarganegaraan dan hukum-hukum kenegaraan tanpa tahu bagaimana cara mewujudkan sikap nasionalis tersebut secara nyata.
Pendidikan nasionalisme bukan hanya sebatas mata pelajaran PKn atau filsafat Pancasila, tapi semua mata pelajaran dan mata kuliah seharusnya memuat nilai-nilai nasionalisme bahkan mata pelajaran keagamaan pun seharusnya mengajarkan wujud konkrit dari sikap nasionalisme.  Nilai-nilai nasionalisme dapat dikemas dengan cara yang menyenangkan dan menarik bagi pelajar. Nilai nasionalisme tidak dikenal karena Pancasila saja, tetapi bagaimana Pancasila praktis diajarkan terhadap para pelajar. Berbagai kegiatan pendukung diluar jam pelajaran pun sangat dibutuhkan untuk mewujudkan tindakan nyata dari rasa nasionalisme para pelajar.
Pendidikan nasionalisme tidak hanya terbatas pada pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan, tetapi bagaimana generasi muda dididik untuk mencintai Indonesia 100% dengan bukti nyata dalam tindakannya. Dalam bidang ekonomi, siswa diajarkan dan dibiasakan untuk memanfaatkan sistem koperasi di sekolah. Dalam sistem ini, semua siswa menjadi anggota dan mengeluarkan iuran wajib yang kemudian koperasi tersebut dikelola oleh beberapa orang. Koperasi menyediakan beberapa perlengkapan tulis menulis atau buku-buku tertentu, dengan syarat apabila para siswa membutuhkan  alat tulis atau buku harus membeli di koperasi sehingga koperasi tetap berjalan dan keuntungannya dapat dinikmati bersama. Dalam sistem pembelajaran tersebut, siswa tidak hanya belajar secara teoritis tentang koperasi tetapi juga menerapkan sistem ekonomi secara langsung. Hal ini menjadi wujud nyata bahwa rasa nasionalisme akan tumbuh dalam diri para pelajar bahkan akan memberikan keuntungan secara finansial serta memberi pelajaran tentang tatacara mengelola koperasi yang baik dan menguntungkan.
Tidak terbatas dalam bidang ekonomi, tetapi dalam bidang yang lain seperti dalam bidang teknologi. Para pelajar tidak hanya terbatas sebagai user untuk menggunakan berbagai perangkat dan gadget yang ada tetapi diajarkan juga bagaimana memanfaatkan dan memodifikasinya sesuai dengan kondisi riil di Indonesia. Keberadaan teknologi bukan untuk menjadikan kehidupan serba instan tetapi keberadaanya seharusnya mampu dimanfaatkan untuk mengakses berbagai informasi terbaru mengenai perkembangan dan perubahan global dalam berbagai aspek yang kemudian siswa mampu mengatur strategi untuk ikut serta mengakses berbagai hal kekinian terutama mengenai pendidikan. Para pelajar dapat mengakses berbagai informasi pendaftaran dan beasiswa dari berbagai negara untuk mendukung perkembangan keilmuan di Indonesia. Selain itu, para pelajar dapat dengan mudah mengakses pengembangan program-program software tertentu untuk menciptakan berbagai aplikasi pintar untuk mendukung berbagai kegiatan yang bertujuan untuk memajukan bangsa.
Dalam sains, para pelajar setingkat SMA telah mendapatkan berbagai teori sains modern mulai dari teori biologi, kimia, dan fisika. Namun teori-teori tersebut hanya dipelajari diatas meja praktikum dan tidak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Para pelajar harus dibiasakan untuk mulai meracik berbagai hal dibutuhkan oleh masyarakat, misalnya saja pelajar setingkat SMA yang mempelajari kimia dan teorinya tentang senyawa dan unsur disiapkan untuk membuat pupuk secara alami yang nantinya dapat dimanfaatkan secara komersil dalam bidang pertanian. Sedangkan dalam fisika, pelajaran mengenai lensa dapat dimanfaatkan secara langsung untuk membuat lensa secara mandiri kemudian menjualnya dalam bentuk kacamata. Dengan kata lain kacamata tersebut berlabel “Indonesia” bukan Amerika.

Pendidikan nasionalisme harus diberikan secara menyeluruh dalam berbagai bidang untuk mendukung dan memupuk rasa nasionalisme itu sendiri. Pendidikan bukan terbatas dalam bangku sekolah ataupun meja praktikum tapi pendidikan adalah mengubah sesuatu yang ada untuk dikelola dan diarahkan agar mampu memberikan manfaat. Tindakan nyata adalah lambang dari kesuksesan pendidikan, karena tindakan nyata secara otomatis akan memberikan manfaat yang nyata pula. Nasionalisme bukan hanya dikaji dan dipelajari tapi juga harus menjadi jiwa dari setiap generasi muda Indonesia, yang bangga menjadi Indonesia dan siap memajukan dari berbagai aspek semata-mata karena kecintaan terhadap tanah airnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar